Adelia, Yohana Debby (2019) Penerimaan penonton mengenai desakralisasi agama dalam film horor Indonesia pasca Orde Baru. Undergraduate thesis, Widya Mandala Catholic University Surabaya.
Preview |
Text (ABSTRAK)
ABSTRAK.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text (BAB 1)
BAB I.pdf Download (651kB) | Preview |
![]() |
Text (BAB 2)
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (389kB) |
![]() |
Text (BAB 3)
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (204kB) |
![]() |
Text (BAB 4)
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
Preview |
Text (BAB 5)
BAB V.pdf Download (415kB) | Preview |
![]() |
Text (LAMPIRAN)
LAMPIRAN.pdf Restricted to Registered users only Download (3MB) |
Abstract
Penelitian ini berfokus pada penerimaan penonton mengenai desakralisasi agama yang tergambarkan dalam film horor Indonesia pasca Orde Baru. Asih (2018), Danur 2: Maddah (2018), Pengabdi Setan (2017), Ruqyah: The Exorcism (2017), Hantu Jeruk Purut Reborn (2017), dan Hantu Rumah Ampera (2009) menjadi film-film pilihan peneliti, dikarenakan dalam film-film tersebut mengandung posisi maupun fungsi dari sisi religius yakni tokoh dan simbol agama dibanding film lainnya di era yang sama. Selain itu film-film tersebut yang menurut peneliti terdapat desakralisasi terhadap tokoh dan simbol agama. Namun dalam hasil temuan di lapangan penelti membahas tiga topik pembahasan yakni mengenai tokoh agama, ritual keagamaan, dan simbol keagamaan. Disini informan dengan karakteristik dengan karakteristik usia 20 hingga 40 tahun, beragama Islam (latar belakang organisasi Nahdlatul Ulama), Islam (latar belakang organisasi Muhammadiyah), Kristen Protestan, Katolik, dan kepercayaan Kejawen, minimal pendidikan SMA ataupun Strata 1 atau S-1, dengan etnis apapun, dan suka menonton film. Informan dengan karakteristik tersebut akan menjadi penonton atau khalayak aktif dan menerima pesan yang terkandung dalam film-film tersebut. Informan disini diminta peneliti memaknai apa yang telah diterimanya setelah menonton film, dan menyampaikan pendapat masing-masing sesuai dengan latar belakang dan field of experience maupun frame of reference. Menggunakan metode reception analysis, paradigma encoding-decoding, metode wawancara in-depth interview, serta menggolongkan hasil penerimaan informan nantinya ke dalam tiga kategori posisi yang dikemukakan oleh Stuart Hall, yakni : dominant, negotiated, dan oppositional. Dalam pembahasan yang pertama mengenai desakralisasi tokoh agama, disini hanya informan dengan latar belakang agama Katolik saja yang memiliki posisi oppositional, lainnya merupakan negotiated. Pembahasan yang kedua, membahas desakralisasi mengenai ritual keagamaan. Sebagian besar penonton atau informan berada dalam posisi oppositional. Pada pembahasan yang terakhir, membahas tentang desakralisasi mengenai benda atau simbol keagamaan. Dalam pembahasan ini penonton atau informan lebih cenderung berada di posisi oppositional kembali. Secara keseluruhan kategori posisi oppositional adalah yang paling mendominasi, ini berarti informan atau penonton menolak akan adanya fenomena desakralisasi dalam film Horor pasca Orde Baru.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Department: | ["eprint_fieldopt_department_Communication Science" not defined] |
Uncontrolled Keywords: | Reception Analysis, Desakralisasi, Agama, Film Horor Indonesia |
Subjects: | Communication Science |
Divisions: | Faculty of Communication Science > Communication Science Study Program |
Depositing User: | Users 7053 not found. |
Date Deposited: | 11 Jul 2019 08:43 |
Last Modified: | 11 Jul 2019 08:43 |
URI: | https://repository.ukwms.ac.id/id/eprint/18872 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |